Kegiatan
manajeman pelatihan
Pembangunan pertanian ke depan
diarahkan untuk memberikan peran dan partisipasi aktif masyarakat secara
proporsional. Penyuluhan kehutanan memiliki peran strategis dalam upaya
pemberdayaan masyarakat, karena penyuluhan kehutanan bukan saja berperan dalam
prakondisi masyarakat agar tahu, mau dan mampu berperanserta dalam pembangunan
pertanian, tetapi juga menumbuhkan kemandirian masyarakat yang berbasis kepada
pembangunan pertanian.
Pelatihan masyarakat merupakan
salah satu kegiatan penyuluh-an dalam rangka memberdayakan masyarakat khususnya
untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat sasaran
penyuluhan pertanian.
Keberadaan masyarakat yang
memiliki sikap, pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam bidang yang
relevan dengan pembangunan kehutanan, diharapkan akan dapat mendukung dan
berperanserta dalam pembangunan pertanian. Oleh karena itu pelatihan masyarakat
perlu dilaksanakan dan dikembangkan dengan memperhatikan faktor efisiensi, efektivitas
dan relevansi.
Berbeda dengan pendidikan
umum yang diselenggarakan di sekolah-sekolah, pelatihan masyarakat berorientasi
kepada pemenuhan kebutuhan untuk memecahkan masalah yang dihadapi di
masyarakat. Pada dasarnya, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
dari pelatihan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan
pelatihan pada prinsipnya harus digali dari masyarakat itu sendiri, terkecuali
pelatihan masyarakat dalam rangka menumbuhkan penyuluh-penyuluh swadaya
masyarakat yang diperlukan untuk mewujudkan penyuluhan dari, untuk dan oleh
masyarakat kelak.
Macam–macam
pelatihan
Berdasarkan hasil diskusi atau
penggalian informasi melalui pelaksanaan PRA atau wawancara dapat diketahui
adanya kebutuhan pelatihan atau pelatihan yang diinginkan oleh kelompok
masyarakat tadi. Jika ada beberapa usulan jenis pelatihan sedangkan dana untuk
itu terbatas, maka perlu dilakukan pemilihan jenis pelatihan yang menjadi
prioritas untuk dilaksanakan.
Pemilihan jenis pelatihan
dilakukan melalui suatu diskusi dengan masyakat yang bersangkutan dalam suatu
pertemuan khusus. Juga disesuaikan dengan ketersediaan dana.
Secara garis besar jenis
pelatihan dapat digolongkan ke dalam 2 kelompok yakni :
1.Pelatihan teknis yakni
pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
dalam bidang usaha kehutanan. Contoh-contoh pelatihan yang termasuk kategori
ini antara lain :
a.Pelatihan budidaya lebah madu.
b.Pelatihan budidaya ulat sutera.
c.Pelatihan agroforestry.
d.Pelatihan pembuatan pupuk
organik.
e.Pelatihan pembuatan budidaya
tanaman pakan ternak.
f.Pelatihan gaharu.
2.Pelatihan manajemen, yakni
pelatihan yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam bidang
pengelolaan organisasi, administrasi, pemasaran/tata niaga produk atau
peningkatan kesadaran atas norma tertentu.
Contoh-contoh pelatihan yang
termasuk kategori pelatihan ini antara lain adalah :
a.Pelatihan kepemimpinan dalam
organisasi.
b.Pelatihan manajemen pemasaran
produk usaha tani.
c.Pelatihan PRA.
d.Pelatihan penyuluhan dari
masyarakat kepada masyarakat.
e.Pelatihan gender.
Kegiatan identifikasi pelatihan
diperlukan untuk menyiapkan rencana/program pelatihan. Hasil
identifikasi kebutuhan pelatihan diperlukan sebagai dasar untuk merencanakan
anggaran untuk pelatihan.
Pelatihan yang baik adalah
pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tidak ada manfaatnya jika
pelatihan yang dilaksanakan tidak atau kurang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Untuk itu, sebagai langkah pertama yang harus dilakukan adalah
mengidentifikasi kebutuhan pelatihan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan,
yakni :
1.Menggali informasi langsung
dari masyarakat sasaran melalui diskusi kelompok yang terfokus. Dalam hal ini
perlu diadakan suatu pertemuan/diskusi khusus antara kelompok masyarakat
sasaran dengan fasilitator/penyuluh. Dalam diskusi ini ditanyakan, apa masalah
yang dihadapi oleh kelompok masyarakat tersebut, pengetahuan atau keterampilan
apa yang dibutuhkan oleh mereka dan apakah perlu ada pelatihan bagi mereka.
Perlunya pelatihan biasanya terkait dengan permasalahan yang dihadapi oleh
kelompok dalam melaksanakan kegiatannya. Usul perlunya pelatihan datang dari
kelompok masyarakat itu sendiri, demikian pula jenis pelatihannya.
2.Menggali informasi melaui
kegiatan Pengkajian Desa Secara Partisipatif/Participatory Rural Appraisal
(PRA). Melalui pelaksanaan PRA yang dilanjutkan dengan pembuatan
rencana-rencana peningkatan kegiatan di tingkat kelompok dapat diperoleh
informasi kebutuhan pelatihan yang berasal dari masyarakat sendiri.
3.Menggali informasi melalui
wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat/anggota kelompok tani/masyarakat,
disertai dengan pengamatan langsung terhadap kondisi masyarakat/kelompok
tersebut.
4.Penelitian konvensional yang
dilakukan oleh ahli. Melalui penelitian terhadap masyarakat yang bersangkutan
yang mencakup tingkat pengetahuan dan tingkat keterampilan masyarakat
dalam melakukan usahanya yang berkaitan
dengan pertanian dapat diperoleh
informasi mengenai kebutuhan pelatihan. Informasi dari hasil penelitian ini
masih perlu dikonsultasikan lagi dengan pemuka/kelompok masyarakat tersebut
untuk memperoleh kepastian pelatihan yang diperlukan.
Analisis
kebutuhan
Pelatihan masyarakat perlu
dirancang sedemikian rupa mengingat pesertanya pada dasarnya adalah orang
dewasa, petani atau orang yang berprofesi selain petani yang kegiatannya
berkaitan dengan pembangunan pertanian. Oleh karenanya, maka dalam
pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran bagi
orang dewasa diantaranya bersifat partisipatif, reflektif, dan memberikan
umpan balik.
Kegiatan identifikasi pelatihan
diperlukan untuk menyiapkan rencana/program pelatihan. Hasil
identifikasi kebutuhan pelatihan diperlukan sebagai dasar untuk merencanakan
anggaran untuk pelatihan.
Pelatihan yang baik adalah
pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tidak ada manfaatnya jika
pelatihan yang dilaksanakan tidak atau kurang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Untuk itu, sebagai langkah pertama yang harus dilakukan adalah
mengidentifikasi kebutuhan pelatihan. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan,
yakni :
1.Menggali informasi langsung
dari masyarakat sasaran melalui diskusi kelompok yang terfokus. Dalam hal ini
perlu diadakan suatu pertemuan/diskusi khusus antara kelompok masyarakat
sasaran dengan fasilitator/penyuluh. Dalam diskusi ini ditanyakan, apa masalah
yang dihadapi oleh kelompok masyarakat tersebut, pengetahuan atau keterampilan
apa yang dibutuhkan oleh mereka dan apakah perlu ada pelatihan bagi mereka.
Perlunya pelatihan biasanya terkait dengan permasalahan yang dihadapi oleh
kelompok dalam melaksanakan kegiatannya. Usul perlunya pelatihan datang dari
kelompok masyarakat itu sendiri, demikian pula jenis pelatihannya.
2.Menggali informasi melaui
kegiatan Pengkajian Desa Secara Partisipatif/Participatory Rural Appraisal
(PRA). Melalui pelaksanaan PRA yang dilanjutkan dengan pembuatan
rencana-rencana peningkatan kegiatan di tingkat kelompok dapat diperoleh
informasi kebutuhan pelatihan yang berasal dari masyarakat sendiri.
3.Menggali informasi melalui
wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat/anggota kelompok tani/masyarakat,
disertai dengan pengamatan langsung terhadap kondisi masyarakat/kelompok
tersebut.
4.Penelitian konvensional yang
dilakukan oleh ahli. Melalui penelitian terhadap masyarakat yang bersangkutan
yang mencakup tingkat pengetahuan dan tingkat keterampilan masyarakat
dalam melakukan usahanya yang berkaitan
dengan pertanian dapat diperoleh
informasi mengenai kebutuhan pelatihan. Informasi dari hasil penelitian ini
masih perlu dikonsultasikan lagi dengan pemuka/kelompok masyarakat tersebut
untuk memperoleh kepastian pelatihan yang diperlukan.
Rancang
bangun kegiatan pelatihan
Pelatihan masyarakat perlu
dirancang sedemikian rupa mengingat pesertanya pada dasarnya adalah orang
dewasa, petani atau orang yang berprofesi selain petani yang kegiatannya
berkaitan dengan pembangunan pertanian. Oleh karenanya, maka dalam
pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran bagi
orang dewasa diantaranya bersifat partisipatif, reflektif, dan memberikan
umpan balik.
Desain atau lebih dikenal dengan
rancangbangun adalah proses perencanaan yang menggambarkan urutan kegiatan
(sistematika) mengenai suatu program. Rancangbangun program diklat adalah
proses perencanaan urutan kegiatan komponen pelatihan yang merupakan suatu
kesatuan yang bulat dari program tersebut.
Ada 3 (tiga) unsur penting dalam
upaya meningkatkan kegiatan diklat bagi setiap individu, yaitu: maksud (apa
yang harus dicapai), metode (bagaimana mencapai tujuan) dan format (dalam
keadaan bagaimana penentuan rancangbangun yang akan dicapai).
Setelah kita menetapkan tiga
unsur penting dalam rancangbangun suatu program latihan, langkah selanjutnya
adalah:
1.menetapkan alokasi waktu,
berapa lama waktu yang
dibutuhkan
untuk menerapkan rancangbangun tersebut;
2.apa yang Anda lakukan agar
peserta terlibat dan
berpartisipasi;
3.pokok atau kunci apa, instruksi
apa, ide apa yang disajikan
dan apa yang
Anda inginkan dari peserta;
4.materi atau bahan apa yang Anda
butuhkan atau apa
kebutuhan
peserta untuk mengaplikasikan rancangbangun;
5.pengaturan, bagaimana Anda
mengetahui lingkungan fisik
agar
rancangbangun dapat berhasil;
6.akhir, penilaian apa yang Anda
buat dan alat/diskusi apa
yang diinginkan
peserta sebelum melanjutkan ke kegiatan
berikutnya.
Tujuan rancangbangun suatu
latihan pada dasarnya adalah sebagai berikut:
1.Mengetahui secara sistematis
tahapan kegiatan latihan yang
akan
dilaksanakan.
2.Mengetahui aspek-aspek mana
yang akan menjadi fokus
utamanya.
3.Mengetahui model yang digunakan
dalam melaksanakan
latihan.
4.Menyiapkan bahan-bahan dan
metode yang digunakan.
Manfaat rancangbangun ada 2 (dua),
yaitu sebagai berikut:
1.Merupakan pedoman atau acuan
dalam pelaksanaan latihan.
2.Menyiapkan bahan dan metode
yang akan digunakan dalam
proses latihan.
Rumusan
tujuan kegiatan pelatihan
Menurut Subagio, tujuan pelatihan
dirumuskan dengan tujuan kegiatan pembelajaran atau disingkat TKP. Seseorang
yang mengikuti latihan tertentu pada dasarnya adalah mengikuti suatu serentetan
proses belajar agar dapat meningkatkan kemampuannya di berbagai bidang. Agar
latihan dapat dirancang secara baik, maka pertama-tama perlu ditentukan apa
tujuan latihan yang hendak direncanakan. Dengan tujuan yang jelas dan terarah,
maka akan ditentukan secara tepat pula proses belajar yang akan
diselenggarakan, alat dan bahan yang hendak dipergunakan, waktu, pelatih, dan
sebagainya.
Tujuan belajar adalah adanya
perubahan penampilan atau tingkah laku dari peserta latihan sebagai hasil dari
proses belajar yang menggunakan materi latihan atau pokok bahasan tertentu, di
mana materi latihan tersebut merupakan sumber rumusan tujuan belajar.
Dalam rangka penyusunan rencana
pelatihan, rumusan tujuan belajar sangat diperlukan karena:
1.memudahkan orang untuk mengerti
maksud dan hasil terbaik
yang akan
dicapai selama proses belajar;
2.merupakan tolok ukur bagi
pelatih dalam menetapkan
aktivitas
belajar;
3.merupakan upaya bagi para
pelatih dan penyelenggara
latihan untuk
mengamati perkembangan sikap peserta
latihan;
4.merupakan kerangka dasar
penilaian hasil belajar; dan
5.merupakan pernyataan spesifik
dari perubahan
pengetahuan,
keterampilan, sikap (PKS) yang akan dialami
oleh peserta
setelah proses belajar berlangsung.
Peningkatan kemampuan peserta
setelah mengikuti latihan pada dasarnya dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga)
golongan, yaitu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Kemampuan pengetahuan
berkaitan dengan kemampuan peserta dalam menggunakan daya pikir dan penalaran
tentang materi yang dibahas. Keterampilan adalah kemampuan peserta dalam
melakukan pekerjaan yang sifatnya fisik/teknis terhadap materi bahasan,
sedangkan sikap adalah kecenderungan bagi peserta berkaitan dengan topik/materi
yang dibahas.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
yang dirumuskan tergantung kepada topik atau pokok bahasan yang akan
disampaikan. Mungkin saja dalam satu pertemuan, topik itu bersifat pengetahuan
(teori) sehingga rumusan TIK-nya bersifat pengetahuan. Boleh jadi pokok bahasan
di samping teori juga ada praktek sehingga TIK-nya bersifat pengetahuan dan
keterampilan. Mungkin saja satu pokok bahasan ada unsur pengetahuan, keterampilan
dan sikap dan perumusan TIK-nya pun mencakup tiga sifat itu.
TIK ketiga kawasan itu perlu
memperhitungkan jenjang mana yang dipilih. Jenjang kemampuan TIK berbeda-beda,
sehingga perlu diperhitungkan jenjang mana yang dipilih
Metode
pelatihan
Pemilihan metode yang tepat dalam
suatu latihan pada dasarnya merupakan upaya dalam mewujudkan proses belajar dan
mengajar yang efektif. Mengajar yang efektif adalah mengajar yang membawa
peserta belajar dengan efektif, untuk itu pelatih harus dapat memilih metode
yang tepat agar dapat melakukan proses belajar-mengajar yang efektif. Metode
latihan harus dapat memberikan jiwa yang menghidupi bagi semua kegiatan selama
latihan. Pada latihan yang sifatnya partisipatif, melibatkan peserta dalam
proses belajar-mengajar sebanyak-banyaknya, metode latihan yang sifatnya
partisipatif sangat penting artinya. Dalam hal ini peserta adalah sebagai
subjek belajar.
Pelatihan masyarakat merupakan
pendidikan non formal, dengan demikian sifatnya berbeda dengan pendidikan formal
yang dilaksanakan di sekolah-sekolah.
Dalam pelatihan non formal bagi
orang dewasa, ada karakteristik peserta pelatihan/orang dewasa yang harus
diperhatikan yakni :
- Orang dewasa mempunyai
pengalaman dan pengalaman
masing-masing orang
berbeda satu sama lain.
- Lebih suka menerima saran-saran
daripada digurui.
- Biasanya menilai dirinya lebih
rendah daripada kemampuan
sebenarnya yang ada
pada dirinya.
- Biasanya lebih menyenangi
hal-hal yang bersifat praktis.
- Biasanya membutuhkan waktu belajar
yang relatif lama,
membutuhkan suasana
akrab dan menjalin hubungan yang
erat.
- Lebih suka dihargai daripada
disalahkan.
- Hanya mau belajar dengan baik
jika mereka menganggapnya
perlu bagi mereka.
- Lebih memperhatikan hal-hal
yang menarik bagi dia dan
menjadi kebutuhannya.
- Menyukai cara belajar yang
melibatkan peran mereka.
Ada beberapa metode pembelajaran
yang dapat dipilih dalam pelatihan ini yakni:
1. Ceramah yang disertai dengan
alat peraga.
Metode ini adalah metode yang
hanya efektif jika waktu yang tersedia sempit. Dalam ceramah, penyampaian
informasi lebih cenderung bersifat searah. Adanya alat peraga atau alat bantu
sangat membantu dalam memberikan kejelasan bahan atau materi pembelajaran yang
disampaikan dengan cara ini.
2. Diskusi
Metode ini lebih partisipatif
daripada ceramah. Dalam diskusi, para peserta pelatihan diajak berfikir bersama
dan mengungkapkan pikirannya sehingga timbul pengertian pada diri sendiri, pada
kawan diskusi dan pada masalah yang dihadapi.
3. Pemeranan
Pemeranan adalah suatu usaha
untuk membantu para peserta pelatihan mengalihkan suatu masalah belajar yang
tertulis ke dalam praktek atau dramatisasi dari persoalan dengan melihat
kenyataan langsung. Biasanya lokasi kegiatan pembelajaran adalah lahan petani
sendiri dan prosesnya melaui penemuan/praktek lapangan.
4. Kontinum Proses Belajar
Kontinum proses belajar adalah
suatu proses penataan pengalaman untuk mencapai perluasan pengalaman
berdasarkan pengalaman sendiri maupun pengalaman orang/pihak lain. Contoh :
studi banding dan magang.
5. Pengalaman Terstruktur
Latihan-latihan dan permainan
yang dirancang secara cermat untuk menciptakan suatu pengalaman tertentu bagi
peserta dilakukan dalam situasi belajar. Metode ini merupakan ciri khas metode
belajar yang manfaatnya besar sekali dalam pendidikan orang dewasa, dengan
tujuan meningkatkan keterampilan, mengubah perilaku dan kerjasama dalam
organisasi. Contohnya adalah belajar melalui petak pengalaman/demonstration
plot (demplot), studi banding.
Langkah-langkah
penyelenggara pelatihan
Setelah segala sesuatunya tentang
pendidikan-latihan (Diklat) selesai direncanakan, tahap berikutnya adalah
pelaksanaan latihan. Dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan ini dapat dibagi
menjadi tiga langkah, yaitu langkah persiapan, langkah pelaksanaan pelatihan
dan langkah pelaporan. Dari sumber yang lain, menjelaskan pada langkah ketiga
diringkas dengan tahap pasca latihan di mana fokusnya adalah pada tindak lanjut
latihan oleh peserta.
Langkah persiapan mencakup dua hal,
yaitu persiapan administratif dan persiapan edukatif. Persiapan yang sifatnya
administratif adalah menyangkut kegiatan surat-menyurat, persiapan, keuangan
dan prosedur pelaksanaan latihan itu sendiri.
Sedangkan persiapan yang sifatnya
edukatif adalah segala persiapan latihan yang berhubungan langsung dengan
proses belajar-mengajar yang akan diselenggarakan. Kedua persiapan ini perlu
dilakukan secara cermat, terutama oleh panitia yang menyangkut administrasi dan
oleh pelatih yang menyangkut proses pembelajaran.
Persiapan administrasi pelatihan
menyangkut berbagai hal, peserta, pelatih (widyaiswara), buku pedoman/petunjuk
latihan, perlengkapan latihan, formulir pendaftaran, pembiayaan pelaksanaan
diklat dan sebagainya. Sedangkan persiapan edukatif latihan mencakup menentukan
kebutuhan alat dan bahan pembelajaran, jadwal latihan, biaya edukatif, ruang
pertemuan dan lahan praktek, laboratorium dan sebagainya.
Persiapan edukatif perlu
dipersiapkan agar proses pembelajaran dapat sesuai dengan tuntutan kurikulum
latihan. Persiapan edukatif adalah persiapan yang dilaksanakan oleh panitia
penyelenggara melalui petugas yang ditunjuk.
Persiapan edukatif yang dimaksud
antara lain:
1.menyusun panduan
belajar/latihan, praktek, kuliah,
pertemuan,
seminar, PKL dan sebagainya;.
2.menyusun jadwal pelatihan atau
kalender pelatihan yang
mencakup satu
proses dari awal hingga akhir;
3.mempersiapkan pelatihan sesuai
jadwal yang dibuat;
4.menyiapkan bahan-bahan yang
diperlukan terutama bahan
yang tahan lama
dan digunakan berulang, seperti benih,
pupuk, bahan
kimia dan sebagainya;
5.menyiapkan alat praktek, alat
bantu mengajar (OHP, film, TV)
dan sebagainya
yang dibutuhkan selama latihan;
6.mempersiapkan blanko-blanko dan
format-format isian yang
berkaitan
dengan proses pembelajaran seperti daftar hadir,
dan perizinan;
7.mempersiapkan satuan acara
perkuliahan (SAP), elemen
keterampilan,
lembar penugasan, dan sebagainya;
8.mempersiapkan dan
mengidentifikasi kebutuhan bacaan yang
diperlukan;
9.mempersiapkan lembar mengajar
(LPM) dan lembar evaluasi
serta soal-soal
untuk tes awal.
Penyelenggaraan
pelatihan
A. PEMBUKAAN
Pada prinsipnya pembukaan
pelatihan merupakan serangkaian kegiatan yang terdiri dari acara pembukaan,
pengarahan umum, pengarahan kegiatan pelatihan, dan penjelasan panitia
pelaksana mengenai tata tertib dan hal-hal lain yang perlu disampaikan,
misalnya tentang akomodasi dan fasilitas selama pelatihan.
Pembukaan pelatihan dapat
dilaksanakan secara formal dengan suatu acara sambutan/pengarahan dari pejabat
instansi, tetapi dapat dilakukan secara informal minimal oleh ketua
penyelenggara pelatihan dengan pernyataan singkat dan disertai penjelasan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelatihan.
B. PEMBELAJARAN
1. Proses Pembelajaran
Pada pelatihan yang dilaksanakan
dalam suasana belajar di kelas dan berlangsung dalam beberapa hari, kegiatan
pembelajaran diawali dengan pengenalan fasilitator/instruktur dan pembacaan
biodata fasilitator/instruktur, dilanjutkan dengan pemberian materi ajaran
sesuai dengan kurikulum dan silabus. Pada pembelajaran yang kompleks, kegiatan
belajar mencakup :
- Teori, dilaksanakan di
kelas/ruangan atau di tempat lain yang memungkinkan. Sebelum melaksanakan
pembelajaran teori, fasilitator/instruktur menyiapkan materi sesuai dengan mata
ajaran dalam bentuk “hand out” atau bahan serahan atau alat
bantu pembelajaran.
- Praktek Lapangan, karyawisata,
widyawisata atau bentuk kunjungan lainnya yang
dilaksanakan sesuai dengan
kurikulum dan silabus yang ada.
Selama pelatihan perlu dibangun
suasana yang memungkinkan para peserta maupun fasilitator bebas mengemukakan
pendapat, saling tukar pengalaman. Fasilitator/instruktur diharapkan mampu
menghargai setiap pendapat, pikiran,
pengalaman peserta dan hasil karya
peserta.
2. Rencana Tindak Lanjut (RTL)
Pada pelatihan-pelatihan
tertentu, setelah sesi pembelajaran dalam pelatihan tersebut selesai, maka
kepada peserta diminta agar mereka menuliskan rencana tindak lanjut (RTL).
Artinya, setelah peserta memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang didapat
dari pelatihan itu, para peserta membuat rencana tertulis mengenai kegiatan
yang akan dilakukan selanjutnya.
3. Administrasi Pembelajaran
Kegiatan ini meliputi segala
bentuk pengadministrasian dalam proses pembelajaran yang dimaksudkan untuk
kelancaran, dokumentasi dan pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan pelatihan.
C. PENUTUPAN PELATIHAN
Penutupan pelatihan mencakup
acara pembacaan atau pernyataan secara resmi tentang selesainya pelatihan dan
pemulangan peserta pelatihan.
Pengorganisasian
pelatihan
Pengorganisasian merupakan inti
manajemen, karena itu membahas masalah pengorganisasian latihan pada dasarnya
berbincang perihal manajemen latihan. Manajemen di mana pun (termasuk latihan)
berkaitan erat dengan upaya mengatur berbagai unsur pendukungnya, yaitu unsur
manusia, sarana (dalam arti luas) dan unsur dana. Unsur lain yang tidak kalah
pentingnya adalah unsur waktu dan unsur lingkungan.
Unsur manusiawi dalam latihan
mencakup pelatih atau fasilitator, peserta latihan, penyelenggara latihan,
personal atau lembaga pengirim peserta latihan dan sebagainya. Unsur sarana
termasuk di dalamnya segala macam peralatan atau perlengkapan dari yang paling
konvensional sampai yang paling canggih yang berkaitan erat dengan kebutuhan
latihan secara langsung ataupun tidak. Unsur dana mencakup segala macam
pembiayaan latihan dan unsur waktu mencakup kapan dan seberapa lama keseluruhan
maupun setiap kegiatan akan berlangsung. Adapun unsur lingkungan kecuali
mencakup lingkungan fisik, juga mencakup lingkungan sosial serta suasana yang
perlu diciptakan agar latihan terselenggara dengan baik.
Agar suatu latihan dapat
diselenggarakan sebagaimana mestinya, maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip
pengorganisasian latihan berikut ini.
1.Sejalan dengan penahapan
penyelenggaraan latihan,
pengorganisasian
latihan memikul tugas tertentu di setiap
tahap latihan.
Agar peserta memperoleh manfaat yang
maksimum, maka
semua pihak yang terlibat perlu menunaikan
tugas
masing-masing dengan cara yang baik dan serius pada
setiap tahap
penyelenggaraan latihan.
2.Pengorganisasian terhadap semua
unsur pendukung
manajemen
diarahkan untuk mencapai tujuan latihan.
3.Unsur manusiawi dalam
penyelenggaraan latihan yang terdiri
dari pelatih,
peserta, penyelenggara latihan dan sebagainya,
perlu berperan
secara tepat sebagaimana telah ditetapkan
pada setiap
tahap latihan. Hal yang perlu ditekankan adalah
peserta latihan
merupakan subjek pendidikan yang
selayaknya mendapatkan
perhatian sentral. Dalam latihan
segala upaya,
segala sarana, segala kemudahan dan
suasana boleh
dilakukan, disediakan, dan diciptakan agar
peserta latihan
dapat mengaktualisasikan pengalaman dan
kemampuannya
secara optimum.
4.Evaluasi terhadap
pengorganisasian latihan dapat dilakukan
pada setiap
akhir tahapan. Hasil evaluasi dapat menjadi
masukan bagi
pelaksanaan tahap berikutnya.
5.Menempatkan peserta latihan
sebagai subjek latihan pada
dasarnya juga
berarti proses pelimpahan tanggung jawab
dalam rangka
pengorganisasian latihan.
Masalah
dan alternatif pemecahannya
Pada dasarnya setiap tahapan
latihan senantiasa perlu diidentifikasi jenis kegiatan mana yang mungkin
dilimpahkan kepada peserta latihan. Namun pada akhirnya sebagian besar tanggung
jawab penyelenggaraan latihan terletak di tangan peserta latihan.
Perencanaan kegiatan tersebut
perlu dilengkapi dengan identifikasi segala sesuatu yang mungkin dapat
menghambat atau boleh jadi menggagalkan tujuan. Segala sesuatu yang dapat
menghambat atau menghalangi tercapainya suatu tujuan kegiatan itu disebut
masalah.
Masalah adalah segala sesuatu
yang dapat menghambat atau menghalangi tercapainya suatu tujuan kegiatan yang
direncanakan. Pada dasarnya masalah suatu kegiatan dapat digolongkan menjadi 3
(tiga) golongan, yaitu masalah teknis, masalah ekonomi, dan sosial.
1.Masalah Teknis, merupakan suatu
hambatan kegiatan yang
sifatnya
berkenaan dengan penerapan teknologi tertentu.
Dalam kasus
tikus di atas, contohnya petani tidak dapat
menangani
enanganan hama ini.
2.Masalah Ekonomi, merupakan
suatu hambatan kegiatan yang
berkaitan
dengan keterlibatan dana/uang. Dalam contoh tikus
di atas, petani
tidak dapat menyediakan pestisida khusus
untuk memberantas
tikus yang merajalela karena harganya
mahal, sehingga
tidak mampu membeli.
3.Masalah Sosial, adalah segala
sesuatu hambatan disebabkan
faktor sosial
masyarakat setempat. Contoh kasus di atas
misalnya
masyarakat/petani setempat tidak mau
memberantas
tikus karena berkeyakinan hama tikus akan
menyerang lebih
hebat.
Masalah pra latihan, adalah
masalah yang muncul pada proses persiapan latihan. Masalah yang muncul dapat
menyangkut peserta, pelatih dan fasilitas yang disediakan. Masalah yang
berkaitan dengan peserta terutama jika dilihat dari jumlah peserta, apakah
terlalu banyak atau terlalu sedikit.
Peserta yang terlalu banyak
melebihi batas yang ditentukan, akan mengurangi efektivitas belajar serta
kesulitan dengan sumber daya yang tersedia. Usaha menanganinya adalah:
1.Latihan dibagi menjadi beberapa
tahap, tiap tahap jumlah
peserta paling
banyak antara 20-25 orang.
2.Memilih peserta yang potensial
untuk dilatih menjadi pelatih.
Mereka
diharapkan dapat melatih kelompok-kelompok di
daerah
masing-masing.
Jika jumlah peserta terlalu
sedikit, kurang dari yang ditentukan maka untuk menghindari adalah:
1.Memberikan penjelasan yang
mantap kepada pihak-pihak
yang
bersangkutan tentang tujuan latihan, misalnya kepada
Pamong,
kelompok-kelompok masyarakat, PKK, kelompok
pendengar,
kontak tani dan lain-lainnya.
2.Meninjau kembali apakah materi
latihan sudah sesuai dengan
kebutuhan
masyarakat.
Evaluasi
pelatihan
Dalam suatu latihan, evaluasi
perlu dilakukan baik yang mencakup proses maupun keberhasilannya. Secara umum
evaluasi diartikan sebagai alat manajemen yang berorientasi tindakan dan proses
(Van den Ban, 1999). Selanjutnya dijelaskan bahwa informasi yang diperoleh dari
evaluasi kemudian dianalisis sehingga relevansi dan efek serta konsekuensinya
dapat ditentukan subjektif dan sesistematik mungkin. Pendapat lain menyebutkan
bahwa evaluasi adalah proses pengumpulan data yang sistematis untuk mengukur
efektivitas program latihan (Subagio, 2002).
Evaluasi lebih ditekankan sebagai
suatu proses menentukan nilai yang berhubungan dengan tujuan yang direncanakan.
Evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan
dalam meraih tujuan yang direncanakan.
Dalam evaluasi terdapat 3 (tiga)
unsur, yaitu (1) mengamati/ mengumpulkan data; (2) menggunakan kriteria atau
ukuran tertentu; dan (3) membuat kesimpulan/keputusan tertentu.
Dalam suatu kegiatan latihan,
evaluasi dapat dilakukan baik terhadap proses pelaksanaan latihan maupun hasil
yang dicapai. Secara umum manfaat evaluasi latihan adalah sebagai berikut:
1.Sebagai masukan (input) bagi
latihan yang sedang
berlangsung,
2.Untuk masukan (input) bagi
pelatihan yang akan datang, dan
3.Untuk menyajikan faktor tentang
tingkat keberhasilan latihan
kepada berbagai
pihak dalam rangka memberikan
pertanggungjawaban
terhadap pelaksanaan latihan.
Mengingat manfaat evaluasi
latihan tersebut dianggap penting, maka tata cara evaluasi latihan perlu
dilakukan secara akurat dengan cara-cara yang tepat sehingga hasil evaluasi
memiliki validitas yang tinggi.
Seperti telah dikemukakan
terdahulu, evaluasi latihan merupakan bagian integral dari proses belajar. Hal
ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan evaluasi telah direncanakan bersamaan
dengan perencanaan program belajar secara menyeluruh. Pelaksanaan evaluasi yang
tidak direncanakan secara integral atau menyeluruh mengandung bahaya. Di satu
pihak tidak memberi manfaat apa pun karena dilakukan secara insidental atau di
pihak lain dapat membosankan karena terlalu sering dilaksanakan. Dilihat dari
keseluruhan, maka proses pelaksanaan evaluasi adalah sebagai berikut.
1.Menetapkan tujuan umum evaluasi
pelatihan.
2.Menetapkan aspek-aspek atau
sasaran apa saja yang akan
dievaluasi, dan
untuk apa aspek itu dievaluasi.
3.Menetapkan bentuk atau cara
melakukan evaluasi. Aspek
sasaran apa
yang dievaluasi secara tertulis dan aspek mana
yang dievaluasi
secara lisan dan tertulis, atau jika ada aspek
mana yang
dilaksanakan secara tes pembuatan/keterampilan/
tes sampel
kerja.
4.Menyusun dan memilih instrumen
yang akan digunakan.
5.Menyelenggarakan evaluasi
sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan.
6.Menganalisis dan membuat
kesimpulan dari data yang diolah
dan dicatat.
7.Merumuskan dan mengajukan umpan
balik. Pemberian umpan balik ini merupakan inti dari kegiatan evaluasi.
Pemberian umpan balik harus tepat waktu dan tepat sasaran.
Dari uraian di atas hendaknya
disadari bahwa mengelola evaluasi dalam suatu latihan bukan merupakan pekerjaan
sambilan. Evaluasi spontan yang dilakukan pelatih hendaknya disinkronkan dengan
keseluruhan kegiatan evaluasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar