SAYURAN ORGANIK DI LAHAN GAMBUT
LahanGambut adalah media tanam dengan pH rendah, atau orang awam bilang: "Tanah dengan tingkat keasaman tinggi, serta kandungan unsur hara yang miskin". Hal ini dikarenakan unsur hara makro (NPK) dan mikronya terikat. Bahkan unsur AL (alumunium) dan Fe (besi) bersifat racun, sehingga memerlukan penanganan khusus dan ektra perlakuan. Tiori dan informasi tentang gambut demikian angker, sebab sepertinya yg akan tumbuh hanya tanaman tertentu saja.
Namun tak sulit bagi ibnu Hajar (40) menaklukan gambut. Ia seorang petani sayuran yang disambangi penulis pada saat field-trip Fenomena Gambut. Ia juga ketua Poktan Khatulistiwa di jalan 28 Oktober, Kelurahan Siantan Hilir pinggiran Kota Pontianak. Baginya begitu mudah jinakan gambut dengan caranya yang enteng saja!
Ini dibuktikan dengan kondisi berbagai tanaman sawi, bayam dan kangkungnya yang subur di kebunnya. Dia dan kelompok-taninya bisa menghasilkan dan menjual bermacam-macam sawi, kangkung dan bayam dari kebunnya yang berjenis gambut. Rahasiamenjinakan gambut adalah dengan menerapkan organik farming (pertanian organik) dan pengendalian hama penyakit dengan pestisida alami buatannya sendiri.
Di kebunnya, yang dapat dibuat sebanyak 100 petak itu, masing-masing petak berukuran lebar 1,2 m dan panjang 5 m (6M²). Ia melakukan pencampuran bahan berupa abu bakar dan pupuk kandang yang berasal dari kotoram ayam.
Diakuinya, bahwa pengolahan lahan yang baru dibuka atau pertama pertama cukup banyak memerlukan bahan organik dan pupuk kandang, maka hal itu berpengaruh terhadap biaya produksi. Namun seterusnya, atau pada penanaman kedua, biaya dan pengolahan gambut tidak seberat saat bertanam sayur yang pertama kalinya.
Pada pertanaman yang kedua dan seterusnya, cukup menggunakan pupuk organik dan abu-bakar sepertiganya (1/3). Jadi kalau dikalkulasi memerlukan biaya perbedeng + Rp. 8.000,- saja.
Untuk lahan gambut yang baru diolah, seluas 6 m², diperlukan pengolahan tanah sedalam 10-15 cm saja. Kemudian diperlukan abu bakar 40 Kg dan pupuk kandang kotoran ayam sebanyak 10 Kg. Karena yang mau ditanam adalah sayuran yang menghasilkan daun, maka ibnu Hajar menambahkan Urea sebanyak 2 ons. Jadi biaya (cost) seluruhnya adalah + Rp. 24.500 dengan rincian pembelian abu-bakar Rp. 20 Ribu, pupuk kandang Rp. 4 ribu, dan Urea + Rp. 500,-Ketiga jenis bahan itu ditaburkan merata, dan seterusnya diaduk dengan media gambut yang sudah dicangkul tadi. Setelah itu dijemur atau dibiarkan selama dua hari. Kemudian pada hari ketiga dibuat bedengan dengan ukuran 1,2 m x 5 m atau seluas 6 m². Tinggi bedengan cukup 10 cm saja. Untuk mengendalikan air diperlukan pembuatan parit di sekeliling kebun, sehingga petakan, tampak kering dan kondisi lahan kebun berstruktur remah.
Pada hari ke 4 (empat) setelah tanam bibit, dilakukan pemupukan susulan bahan organik di sekeliling tanaman sawi, bayam atau kangkung. Takaran pupuk organiknya terdiri dari abu-bakar 3 kg dan pupuk kandang berupa kotoran ayam yang sudah kering sebanyak 3 kg.
Setelah pemupukkan susulan ini, tidak dilakukan pemupukan lanjutan hingga panen pada umur + 30 hari. Yang ada, adalah pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida alami yang diraciknya sendiri.
Adapun Formulanya terdiri dari: temulawak sebanyak 2 ons, buah mengkudu yg masak 1 buah, dan tembakau (bisa puntung rokok) sebanyak 15 gram - 20 gram.
Ketiga bahan itu ditumbuk atau dihancurkan, lalu ditambahkan air sebanyak 50 cc. Setelah jadi, kemudian disaring dan dilarutkan atau dicampurkan dengan 15 liter air. Aplikasinya disemprotkan pada tanaman sayuran hingga merata. Selama siklus hidup sayuran sawi keriting, hijau, putih, sawi manis dan kangkung, cukup dua kali atau menurut kondisi perkembangan hama penyakit.
Panen sayuran organik, menurut Ibnu Hajar, bisa lebih cepat. Bahkan konsumen membeli atau agen sayuran mengambil produksinya di kebun. Terkadang mulai umur 25 hari setelah tanam. Perkilogram sawi keriting dijual seharga Rp 2.500, sawi hijau Rp 2.000, sawi putih Rp. 2.250 dan kangkung Rp 2.000.
Pada setiap bedengan seluas 6 m² tanaman sawi hijau bisa mencapai produksi+ 30 kg, sawi keriting mencapai + 25 kg, sawi putih + 30 kg dan kangkung mencapai + 30 kg.
Menurut analisa usaha tani, perbedeng menghasilkan pendapatan kotor Rp. 62.500 (sawi keriting), Rp. 60.000 (sawi hijau), Rp. 67.500 (sawi putih) dan kangkung Rp 60.000. Bahkan keuntungan bersih pada penanaman yang kedua dan seterusnya, bisa mencapai 70 % - 80 % dari biaya produksi. Hal ini hanya memerlukan waktu 30 hari saja. Ternyata penanaman sayuran organik di lahan gambut cukup menjanjikan juga.
Penampilan sayuran organik akan terlihat daunnya lebih lembut dan hijaunya khas. Produk seperti ini diminati konsumen, apalagi bagi orang yang punya kebiasaan makan lalapan segar. Trend pertanian organik akan terus meningkat, karena kecenderungan peningkatan pengetahuan masyarakat dan gencarnya penomena hidup kembali ke alam (Back to Nature).
Menurut ibnu hajar, kelompok-taninya pernah mensuply sayuran ke super market di kota Pontianak , namun karena ada diantara produsen tidak konsisten menerapkan organik farming, maka Mall dan Super Market belum berminat melanjutkan kerjasama menjualkan sayuran kelompok-taninya.
Ternyata saat dievaluasi, disebabkan pasokan tidak berkesinambungan, suply selalu dalam volume kecil, anggota tak memegang ‘komitmen’ dalam menjaga mutu dan standar sayuran yang dipasok ke Mall itu. Ada beberapa anggotanya ketahuan menggunakan pestisida dalam pengendalian hama penyakit.
Memegang komitmen bagi petani pun ternyata penting. Namun untuk jinakan gambut, ternyata tak begitu susah. Jadi tak harus lahan gambut tanpa tanaman di sekitar kita.***
terima kasih informasinya..sangat bermanfaat sekali..
BalasHapusBagus sekali artikelnya dan perlu di coba gan...
BalasHapus